Friday 9 September 2011

15. JOGJA TATAP PANDANG MENJELANG PULANG


SELESAI  pameran di Galeri Senisono, aku sudah merencana untuk pameran  di Jakarta. Tetapi bagaimana caranya. Jogja kurasa semakin tipis awannya, tidak menampakkan hujan turun. Masih membawa bahang hangat dan aku berkeringat sepanjang jalan di celah-celah pasar Bringharjo di Malioboro.Aku membeli buah yang tidak mudah kudapati di pasar tanah air. Kupilih buah kasmek yang berbedak itu (pisang kaki), buah jipang (timun jepun) untuk ku nikmati .  Kubeli sebungku nasi gudeg berlauk ayam dan nangka yang dimasak bersantan hingga dagingnya lembut. Tetapi dasar pelukis aku masih ingin terus membuat lakaran.

Akupun berlindung  di bawah payung kertas terkembang tetapi robek di sana sini, mula melakar. Masih ingin merakam tubuh Tugu Malioboro dengan wajah jam besar di depan Istana. Selepas itu ku pacu  motorku menderu ke Ngasem masuk ke pasar  burung. Kucari pasu tanah kecil berbentuk mangkuk minuman burung, bekas teko semuanya kecil supaya mudah dibawah pulang. Hussin dan Zul mengajak berkelah ke pantai Baron..kami pergi beramai dengan kawan-kawan PKPMI, hingga tiba ke Prambanan  dan memanjat  kubah Borobudur. Aku tidak menemukan apa-apa untuk di seret pulang kecuali menambah lakaran untuk nota himpunan zamanku di Jogja. Aku balik ke pasar, mengheret sandal tipisku, keringat mengalir membasahi jaket, kuteringat barang logam, ya harus mencari loceng logam yang serimg tergantung di leher sapi atau kambing. Membayangkan bunyi kerining loceng setiap kali binatang itu berjalan, bertiduran malas di pasar sapi. Ketemu loceng sejengkal tingginya. Logam tembaga berat, dengan buahnya dari logam juga ,ku seret akan dibawa pulang kelak. Wiwis anak kecil di rumah  kost ku berlarian ingin bermain dengan loceng tersebut. Cepat kusembunyi sebelum dibawanya lari. Kenapa loceng? Hatiku berdetak sendiri? Ya loceng mengingatkan aku tentang waktu, tentang hak milik ya aku harus menggenggam loceng peringatan, kau pernah ada meninggalkan jejak di Jogja !
Para Dosen yang membimbingku

Di kampus ASRI  Gampingan aku mula menjabat tangan mengucapkan terima kasih tidak terhingga kepada para dosen yang mengajar dan membimbingku. Pak Widayat yang mengajar kelas dekorasi, Pak Soedarso, ahli Sejarah Seni Lukis Moden,  Pak Kadir MA mengajar Filsafat Barat, Pak Fajar Sidik mengajar Design Elementer...Semua tertanya " Loh kok nggak nunggu acara Wisuda  ijazah? ". " Maaf Pak, masih lama tarikh itu...saya harus pulang cepat, sudah ada kerja lain Pak". Aku berdalih " Pak Fajar ketawa sambil memberi komentar, " Tahniah sudah ada kerja , baguslah " ...Ak juga perlu melapor ke Ibu Brodjo, di warungnya di depan rumah Kuncen.." Bu saya mahu pulang, mohon hutang makannya ditangguh dulu ya, selepas saya dapat kerja akan saya kirim sisa hutang makan saya ya bukkk " . Ibu Brodjo mendakapku, " Ooollha ndouk, oundouk, ora nopo -nopo tho...halal ojo to...." . Aku terkedu dengan kebaikan ibu yang kerap memberiku sepirig nasi dengan lauk tempe dan tauhu di warong makannya. 

Di hari lain, kusinggah di rumah Ibu Hadi, sekali lagi aku didakap wanita ampuh, baik hati yang kerap mengeroki badanku kalau aku datang kerana demam dan bermalam di rumahnya. Terlalu banyak yang baik hati untuk kucatat, tidak tercatat. Mami Kartika dan Nenek Mariyati - isteri Affandi sibuk sekali memberi aku dorongan " Izan sebelum pulang, harus buat pameran di Jakarta,
, ayuh  hubungi Kedutaan Malaysia, itu tugas mereka lho...untuk promosi Malaysis jugakan ...ada calon pelukis Malaysia belajar di Jogja". Aku tambah bersemangat...ya pameran lagi sebelum pulang ke tanah  air.
Selepas itu memang bagai setengah mimpi, terkejut, sekeping surat tiba dari Jakarta...Penasihat  Pendidikan Kedutaan Malaysia dari Jakarta akan datang menemuku! Surat bertanda dengan  nama Murtaza  ZAABA !. Allahuakbar.

10 September 2011 

No comments:

Post a Comment